Total Tayangan Halaman

Selasa, 04 Juni 2013

PENCANANGAN BULAN BHAKTI GOTONG ROYONG

Bupati : Wujud gotong royong bukan proyek dari pemerintah.

 Bupati Lembata Eliaser Yentji Sunur menegaskan, Bulan Bakti Gotong Royong jangan dipandang sebagai sebuah proyek pemerintah yang setiap tahun dilakukan, tetapi gotong royong ini sebenarnya sudah lama hadir di daerah kita yaitu bagimana kelompok-kelompok adat dan ulayat  waktu itu membentuk satu kesatuan yang kemudian membangun komunitas adat masing-masing. Dikatakan, di Kabupaten Lembata sesuai dengan yang tertulis pada logo daerah kita yaitu ada semangat yang namanya “Taan Tou”. Dan itulah bentuk solidaritas kita dan soliditas kita karena kita sama-sama mempunyai satu sikap bahwa Lembata ini adalah tempat kita semua.  Dengan semangat yang sama maka sikap gotong royong itu akan muncul dengan sendirinya. “Kalau kita berbicara tentang gotong royong maka kita singkirkan rasa iri hati, dendam dan benci. Yang ada hanyalah sikap cinta kasih dan wujud gotong royong itu bisa kita laksanakan dan bukan bagian dari proyek pemerintah.”tegasnya. 
Bupati Yentji menegaskan hal itu saat mencanangkan Bulan Bakti Gotong Royong X dan Peringatan Hari Keluarga Nasional XX tingkat Kab. Lembata yang berlangsung di desa Pasir Putih Kec. Nagawutung, hari Senin 13 Mei 2013.
Turut hadir pada kegiatan tersebut, Wakil Bupati Viktor Mado Watun, SH, Wakil Ketua DPRD Lembata Hyasintus Burin, Para Muspida, pimpinan SKPD, para Camat se Lembata, para Kepala Desa dan Ketua BPD se Kec. Nagawutung, dan seluruh warga masyarakat desa Pasir Putih dan desa-desa sekitar.
Bupati  mengharapkan, agar setiap pencanangan Bulan Bakti Gotong Royong, ada sesuatu yang berdampak di tengah-tengah masyarakat yaitu semangat kebersamaan untuk membangun Lembata. Ditambahkan, gotong royong berikutnya adalah kebijakan pemerintah desa, Kecamatan dan Kabupaten untuk aktif berpartisipasi. Menurut Bupati, di Lembata ini semangat gotong royong sudah dilakukan secara turun temurun dalam wujud sikap ikut partisipasi. Hak ulayat dan kelompok ulayat sangat kuat di tanah Lembata ini. Untuk itu, pinta Bupati, mari sama-sama kita tingkatkan hal itu untuk membangun. 
Untuk konteks yang lain yaitu pada saat kita membuka jalan, demikian lanjut Bupati Sunur, jangan ada persoalan tentang lahan ketika jalan mulai dibuka oleh Pemerintah. “Itu artinya kita belum memahami apa artinya gotong royong, partisipatif dan belum masuk dalam semangat taan tou. Oleh karena itu, perlu menghidupkan kembali komunitas adat kita. Bahwa semangat gotong royong ini ada karena adanya kesatuan komunitas. Di setiap desa pasti ada kesatuan komunitas adat dan ulayat yang membentuk jaringan dimana-mana untuk mengajak orang dalam mambangun,dan itulah bentuk soliditas ini yang dinamakan dengan gotong royong. Karena satu identitas, satu kesamaan visi, dan satu kesamaan sikap. 
Semangat kekeluargaan juga adalah bentuk gotong royong yang dimulai dari dalam keluarga. Kalau hal ini dilakukan maka setiap hari minggu ke gereja, semuanya pasti diberkati. Tetapi apabila di rumah tak ada kasih dan hilangnya gotong royong maka sebaiknya tak usaha ke gereja. ”tambahnya.
Wakil Ketua DPRD Lembata Hyasintus Burin dalam sambutannya mengatakan, kiranya dengan momentum peringatan bulan bakti gotong royong ini semakin meningkatkan semangat dan motivasi baru kepada segenap masyarakat dan pemerintah kabupaten Lembata untuk saling menghadirkan sinergisitas yang semakin mantap untuk bersama-sama membangun daerah. 
Menurut Sintus, gotong royong merupakan warisan leluhur, hasil kreasi cerdas nenek moyang kita, yang berisi nila-nilai universal dan budaya yang adiluhung yaitu kebersamaan, kekelurgaan dan harmoni. Secara filofosfis, gotong royong merupakan kearifan yang dimiliki masyarakat kita dalam kehidupan bermasyarakat yaitu sikap saling tolong menolong yang didasari oleh semangat kekeluargaan, sukarela dan tanpa pamrih. Namun, semua itu, kini perlahan-lahan semakian meredup yang bukan hanya di kota tetapi juga di desa. “Semangat gotong royong masyarakat semakin berkurang karena masyarakat sekarang cenderung bersifat individualistis, sehingga ada anggapan umum bahwa hidup bebas dan tidak mengganggu kehidupan orang lain.”katanya. 
Kondisi riil lainnya, demikian Sintus menambahkan, seperti pola pikir agamais yang menjadi ciri bangsa ber-Ketuhanan, sekarang ini semakin bergeser oleh pola pikir materialis yang mengukur dan menilai sesuatu berdasarkan nilai material. Dikatakan, dalam kehidupan bernegara pun masyarakat kita yang dulunya menjunjung tinggi musyawarah untuk mencapai mufakat sebagai metode pengambilan keputusan, kini hanya mementingkan kepentingan pribadi atau golongan. “Berdasarkan kondisi riil tersebut, sehingga banyak orang mengatakan bahwa budaya gotong royong masyarakat kita mulai memudar, sehingga dapat dimaknai sebagai sebuah keprihatinan yang sangat mendalam.”tuturnya.  
Sintus juga mengharapkan kiranya budaya gotong royong harus terus dipertahankan dalam kehidupan sehari-hari agar tidak luntur oleh kemajuan zaman. “Contohnya, berbagai upaya yang dilakukan untuk mempertahankan dan melestarikan budaya gotong royong seperti bentuk partisipasi masyarakat dalam berbagai kegiatan di desa.”tambahnya.
Mengakhiri sambutannya, Wakil Ketua I DPRD ini menegaskan, semoga dengan kegiatan tersebut semua pihak dapat bersatu dan bergandengan tangan untuk saling memberikan koreksi yang positif sehingga keinginan kita untuk melihat Lembata yang tersenyum dapat terwujud. (Dami Dudeng/Pino - Humas)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar